Kamis, 06 Maret 2014

TUGAS BAHASA INDONESIA PENALARAN DAN ARTIKEL TEMA JAKARTA


TUGAS 1

1.   Jelaskan konsep “Penalaran” menurut kalian?

  Pengertian Penalaran mempunyai beberapa pengertian yaitu :

1. proses berfikir logis sistematis terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan
2.  menghubung-hubungkan data atau fakta sampai dengan suatu simpulan
3.  proses menganalisis suatu topik sehingga mengahsilkan suatu simpulan
    
Konsep dan simbol dalam penalaran :

Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis

2.   Bagaimana wujud dari evidensi?

Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu

3.   Jelaskan & Berikan contoh cara menguji data, menguji fakta dan cara menilai otoritas?

Cara Menguji Data

Ditujukan supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus merupaka fakta. Dibawah ini merupak cara untuk pengujian data.

  •  Obervasi

Fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat mengunakan sebaik – baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang – kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau obervasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu.

  •  Kesaksian

Keharusan menguji data dan informasi, tidak harus selalu dilakuan dengan obervasi. Kadang sangat sulit untuk mengaharuskan seorang mengadakan obervasi atas obyek yang akan dibicarakan.

  • Autoritas

Cara ketiga untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu otoritas, yakin dari pendapat seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian,menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

Cara Menguji Fakta

Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penelitian, apakah data” atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang sunguh – sunguh terjadi.

  • Konsistensi

Dasar pertama yang dipakai untuk mengatakan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.

  • Koharensi

Dasar kedua yang bisa dipakai untuk mungji fakta yang dapat diperguanakan sebagai evidenis adalah masalah koharensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula khoren dengan pengalam manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.

Cara Menilai Autoritas

Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas – desus, atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sunguh – sunguh didasarkan atas penelitian atau data – data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memeilih beberapa pokok berikut:

  • Tidak Mengandung Prasangka

Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka, pendapat itu disusun oleh beradasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau berdasarkan pada hasil – hasil eksperimental yang dilakukannya.

  • Pengalaman dan Pendidikan Autoritas

Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu auoriatas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal.

  • Kemashuran dan Presite

Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasruhan dan prestise pribadi dibidang lain.

  • Khorensi dengan Kemajuan

Hal yang keempat yang perlu diperhatikan penulis argimentasi adalah apakah pendapat yang diberkan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau khoren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.

4.   Jelaskan perbedaan silogisme kategorial, silogisme hopotesis dan silogisme alternative?

  • Silogisme Kategorial

 Yang dimaksud dengan silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan prosposisi yang ketiga. Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga proposisi katergorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Tiap-tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan, misalnya :
1.   Semua buruh adalah manusia pekerja.
2.   Semua tukang batu adalah buruh.
3.   Jadi, semua tukang batu adalah manusia pekerja.
Dalam rangkaian pernyataan di atas terdapat tiga proposisi a + b + c. Dalam rangkaian silogisme kategorial hanya terdapat tiga term, dan tiap term muncul dalam dua proposisi.

  • Silogisme Hipotesis

 Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh karena sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh silogisme hipotesis :



Premis mayor  : Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal.


Premis minor  : Hujan tidak turun.


Konklusi          : Sebab itu panen akan gagal.

Dalam kenyataan, yaitu bila kita menghadapi persoalan, maka kita dapat mempergunakan pola penalaran di atas.

  • Silogisme Alternatif

 Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya porposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Sebagai contoh berikut :



Premis mayor  : Ayah ada dikantor atau dirumah


Premis minor  : Ayah ada dikantor


Konklusi          : Sebab itu, ayah tidak ada dirumah.


Atau
Premis mayor  : Ayah ada dikantor atau dirumah



Premis minor  : Ayah tidak ada dikantor


Konklusi          : Sebab itu, ayah ada dirumah.




Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai denga pola silogisme alternatif itu.


5.   Sebutkan Jenis-jenis cara berfikir induktif dan Jelaskan?

Penalaran Induktif
Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.
Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :

a) Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum

Contoh generalisasi :
v Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

v Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.

b) Analogi :
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.

Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

c) Hubungan kausal :
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :

1) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.

2) Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.

3) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.

Induksi merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya, ikan , sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan hidupnya.
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis, maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai corak dan sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.
Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu melainkan menekankan kepada strukstur dasar yang menyangga wujud fakta. 

Sebagai contoh, bagaimanapun lengkapnya dan cermatnya sebuah pernyataan dibuat untuk mengungkapkan betapa nikmatnya hubungan intim dirasakan seorang wanita atas keinginan suka sama suka dan perihnya hubungan intim karena pemerkosaan, tidak mungkin dapat merreproduksikan hal itu.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa hubungan intim atas dorongan suka sama suka indah, nikmat, dan hubungan intim karena pemerkosaan sangatlah menyakitkan. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi kesmpulan bahwa semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang main lama makin bersifat fundamental.



SUMBER:
http://astriedtungga.blogspot.com/2014/03/penalaranproposisiinferensi-dan.html
http://nabella2326.blogspot.com/2012/03/wujud-evidensi.html
http://alfiawati.blogspot.com/2013/04/softskill-penalaran-evidensi-inferensi.html
http://fachruramadhan.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
http://irabieber.wordpress.com/2011/10/26/penalaran-deduktif-dan-induktif/

TUGAS 2

Buat sebuah artikel dengan metode cara berfikir induktif jenis hipotesis dan teori, minimal 2 lembar dengan tema JAKARTA


Ibu Kota Menyongsong Banjir

Ketika terjadi heboh penolakan warga Pondok Indah terhadap rencana pembangunan koridor bus transjakarta yang melintas di wilayah mereka, sebagian orang melihat itu hanya cerminan arogannya warga kelas atas Pondok Indah yang tak mau lingkungannya yang sudah tertata rapi diintervensi “untuk kepentingan umum yang lebih besar”.

Tetapi, ada persoalan lebih besar dari sekadar persoalan arogansi di sini. Jakarta mengatasi satu masalah dengan mengundang malapetaka baru. Pondok Indah bukan satu-satunya. Kaukus Lingkungan Hidup mencatat, ada 52 titik wilayah resapan atau tangkapan air yang dialihfungsikan selama kurun 2006-2007, tanpa pemerintah mempersiapkan penggantinya.
Secara sistematis dan terstruktur, pemerintah menjadi aktor utama dalam penghancuran ekologi dan ekosistem Jakarta. Jakarta tengah menggali kuburnya sendiri, dan banjir yang semakin meningkat frekuensi dan intensitasnya adalah salah satu akibatnya.

Alih fungsi lahan secara progresif terus berlangsung, bahkan setelah terakhir banjir menenggelamkan 80 persen wilayah Ibu Kota pada Februari tahun ini. Padahal, tanpa ini pun Jakarta dengan posisi geografis dan struktur tanahnya sudah rawan banjir.
Dalam kampanye sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menjanjikan untuk mengatasi banjir Jakarta, kendati ia mengakui banjir di Ibu Kota tidak akan dapat diselesaikan secara menyeluruh dalam lima tahun ke depan.

Orang banyak berharap ia akan membuat terobosan karena latar belakang ilmu perencanaan kota yang dimilikinya. Namun, kasus Pondok Indah dan beberapa kasus lain, dinilai pakar kehutanan dari Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Slamet Daroyni memunculkan kesan kuat, Fauzi hanya melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya.

Proyek jalur bus transjakarta yang melintasi Pondok Indah, menunjukkan dalam proyek-proyek Pemerintah Provinsi DKI sendiri pun, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) hanya jadi pelengkap.

“Jika proyek pemerintah saja seperti itu, bagaimana proyek- proyek lainnya? Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal jelas bahwa dokumen amdal adalah prasyarat untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan atau melakukan kegiatan pembangunan. Ini amdalnya belum ada, kegiatan pembangunan infrastruktur sudah terjadi,” ujar Daroyni.

Hariadi dan Daroyni juga mencatat inkonsistensi dari program- program pengendalian banjir yang dibuat oleh pemerintah, baik Pemprov DKI maupun pemerintah pusat. Sejak banjir besar tahun 2002, tidak ada langkah strategis yang implementatif di lapangan.

Contohnya, konsep Megapolitan serta berbagai aturan atau keputusan menyangkut penataan wilayah Bogor, Puncak, dan Cianjur dalam upaya mengatasi banjir dari wilayah hulu, baik dalam bentuk keputusan presiden (keppres), peraturan presiden (perpres), rancangan perpres atau aturan lain. “Tidak ada yang jalan sampai hari ini,” ujar Hariadi dan Daroyni.

Berbagai gagasan untuk mengurangi sumber banjir di Jakarta juga hanya berakhir sampai gagasan. “Contohnya Ciliwung Bersih, sampai sekarang Ciliwung masih tumpukan sampah,” ujarnya. Demikian pula janji normalisasi 13 sungai serta waduk dan situ. Menurut mereka, mandulnya semua prakarsa mengatasi banjir Jakarta adalah bentuk nyata kegagalan birokrasi pemerintah.

“Pola-pola penanganan banjir yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Gubernur Sutiyoso. Jadi tidak ada sesuatu yang baru yang dilakukan oleh Fauzi. Sampai sekarang tidak ada evaluasi terhadap penanganan banjir sebelumnya dan contingency planning menghadapi ancaman banjir yang akan datang. Kalau cara penanganannya tak jauh berbeda seperti tahun kemarin, bencana banjir akan tetap menjadi ancaman paling serius di Kota Jakarta,” ujar Daroyni.

Kebijakan yang ditempuh pemprov, baik dari sisi penganggaran, kebijakan tata kota dan perilaku birokrasi, menurut Daroyni dan Hariadi, menunjukkan pemerintah tidak pernah belajar dari bencana-bencana banjir sebelumnya, dan tidak menunjukkan adanya keseriusan pemerintah untuk memprioritaskan penanganan banjir. DPRD bisa begitu gigih ngotot soal tunjangan gaji, tetapi soal banjir nyaris tak kedengaran suaranya.

Kondisi yang dihadapi Jakarta sebenarnya hanya ekses dari kebijakan Pemprov DKI yang lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang kualitas dari pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan dicapai dengan menghancurkan lingkungan. Pembangunan mega-megaproyek besar yang mengabaikan keseimbangan tutupan lahan hanya salah satunya.

Sosio-ekonomis

Tetapi jelas Pemprov DKI bukan satu-satunya yang pantas dipersalahkan di sini. Banjir dan hancurnya lingkungan Jakarta bukan semata-mata karena kebijakan Pemprov DKI. Jakarta juga korban kebijakan pembangunan nasional yang terlalu berpusat di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya.
Selain minimnya wawasan dan kepedulian birokrasi dan warganya pada lingkungan, bencana banjir dan pertumbuhan Jakarta yang cenderung tak terkendali hingga melebihi daya dukung ekologisnya tidak bisa dilepaskan dari fenomena urbanisasi yang diakibatkan oleh orientasi kebijakan pembangunan nasional ini.

Karena kemiskinan, puluhan ribu penduduk—sebagian besar pendatang—terpaksa mengokupasi wilayah-wilayah resapan air dan menghuni bantaran-bantaran sungai. Ditambah kebiasaan masyarakat Jakarta yang suka menyampah, ini menjadi sumber penting penyebab banjir di Jakarta. Sekitar 40 persen dari 6.000 ton sampah yang dibuang lebih dari 12 juta penduduk Jakarta setiap harinya dibuang ke sungai.

Anehnya, upaya pengendalian banjir yang dilakukan pemerintah cenderung menekankan pada perbaikan infrastruktur semata dan mengabaikan faktor sosio-ekonomis ini. Banjir bukan datang secara dadakan, tetapi dampak dari salah urus ekosistem dan infrastruktur tata air perkotaan, dan kebijakan lain yang cenderung meminggirkan orang dan lingkungan selama berdekade-dekade.
Masyarakat hanya ditempatkan sebagai obyek pembangunan. Akibatnya, masyarakat juga cenderung merasa tidak berkepentingan untuk ikut menjaga lingkungannya.

Dalam kasus banjir, itu antara lain sangat kelihatan dari respons mereka yang cenderung berusaha mencari selamat sendiri-sendiri, antara lain dengan berlomba-lomba meninggikan rumah untuk mencegah banjir masuk ke tempat tinggal mereka. Mereka yang miskin tak punya pilihan lain kecuali beradaptasi dan berkompromi dengan banjir yang setiap kali mampir.

Sampai sekarang, tidak jelas peran pemerintah pusat dalam ikut me
mecahkan problem Jakarta, termasuk persoalan banjir ini. Salah satu contohnya, komitmen pendanaan Rp 9,5 triliun untuk 10 tahun guna mengatasi banjir Jakarta, yang sampai sekarang tidak jelas tindak lanjutnya.

Pascabanjir besar 2002, pemerintah pusat melalui Bappenas juga menganggarkan dana Rp 15 triliun untuk mengatasi banjir Jakarta dalam 10 tahun, atau Rp 1,5 triliun per tahun. Namun, reaksi publik waktu itu sangat negatif terhadap rencana ini. Mereka menduga dana ini akan kembali di korup oleh oknum pemerintah seperti terjadi pada proyek-proyek lain sebelumnya. Akibatnya, nasib program tidak jelas.

Pada 2007, kembali berembus dugaan manipulasi dana pembebasan lahan untuk Banjir Kanal Timur. Lamban dan korupnya birokrasi membuat masyarakat pun semakin kehilangan kepercayaan dan keyakinan pada kemampuan dan keseriusan pemerintah untuk mengatasi banjir Jakarta.

Sumber: Kompas, 10 November 2007






Tidak ada komentar:

Posting Komentar