TUGAS 1
1.
Jelaskan
konsep “Penalaran” menurut kalian?
Pengertian Penalaran mempunyai beberapa pengertian yaitu :
1. proses berfikir logis sistematis terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan
2. menghubung-hubungkan data atau fakta sampai
dengan suatu simpulan
3. proses menganalisis suatu topik sehingga
mengahsilkan suatu simpulan
Konsep dan simbol
dalam penalaran :
Penalaran juga
merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa,
sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen
Kesimpulannya adalah
pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata sedangkan untuk
proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran
konklusi dari premis
2.
Bagaimana
wujud dari evidensi?
Evidensi
merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau
autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam
kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai
pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu
berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah
bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu
3.
Jelaskan
& Berikan contoh cara menguji data, menguji fakta dan cara menilai
otoritas?
Cara Menguji Data
Ditujukan supaya data
dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus
merupaka fakta. Dibawah ini merupak cara untuk pengujian data.
Fakta yang diajukan
sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis.
Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat mengunakan sebaik –
baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang – kadang pengarang
merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau obervasi singkat untuk mengecek
data atau informasi itu.
Keharusan menguji
data dan informasi, tidak harus selalu dilakuan dengan obervasi. Kadang sangat
sulit untuk mengaharuskan seorang mengadakan obervasi atas obyek yang akan
dibicarakan.
Cara ketiga untuk
menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu
otoritas, yakin dari pendapat seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta
dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian,menilai semua fakta kemudian
memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
Cara Menguji Fakta
Untuk menetapkan
apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus
diadakan penelitian, apakah data” atau informasi itu merupakan kenyataan atau
hal yang sunguh – sunguh terjadi.
Dasar pertama yang
dipakai untuk mengatakan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.
Dasar kedua yang bisa
dipakai untuk mungji fakta yang dapat diperguanakan sebagai evidenis adalah
masalah koharensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai
evidensi harus pula khoren dengan pengalam manusia, atau sesuai dengan
pandangan atau sikap yang berlaku.
Cara Menilai
Autoritas
Seorang penulis yang
baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas – desus, atau kesaksian
dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya
merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sunguh – sunguh didasarkan atas
penelitian atau data – data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas,
penulis dapat memeilih beberapa pokok berikut:
- Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang
perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak
boleh mengandung prasangka, pendapat itu disusun oleh beradasarkan penelitian
yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau berdasarkan pada hasil – hasil
eksperimental yang dilakukannya.
- Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang
harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu auoriatas adalah
menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh
menjadi jaminan awal.
Faktor ketiga yang
harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah
pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar
bersembunyi dibalik kemasruhan dan prestise pribadi dibidang lain.
Hal yang keempat yang
perlu diperhatikan penulis argimentasi adalah apakah pendapat yang diberkan
autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau khoren
dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
4.
Jelaskan perbedaan silogisme kategorial,
silogisme hopotesis dan silogisme alternative?
Yang
dimaksud dengan silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha
menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu
kesimpulan atau inferensi yang merupakan prosposisi yang ketiga. Secara khusus
silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang
mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga proposisi katergorial, yang
disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian
pernyataan itu. Tiap-tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan,
misalnya :
1.
Semua buruh adalah
manusia pekerja.
2.
Semua tukang batu
adalah buruh.
3.
Jadi, semua tukang
batu adalah manusia pekerja.
Dalam
rangkaian pernyataan di atas terdapat tiga proposisi a + b + c. Dalam rangkaian
silogisme kategorial hanya terdapat tiga term, dan tiap term muncul dalam dua
proposisi.
Silogisme
hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang
mengandung hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu pendirian, bahwa
ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak
terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh
karena sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh
silogisme hipotesis :
Premis
mayor : Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal.
Premis
minor : Hujan tidak turun.
Konklusi
: Sebab itu panen akan gagal.
Dalam
kenyataan, yaitu bila kita menghadapi persoalan, maka kita dapat mempergunakan
pola penalaran di atas.
Jenis
silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut
juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian,
karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi yang mengandung
kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya porposisi minornya
adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.
Sebagai contoh berikut :
Premis
mayor : Ayah ada dikantor atau dirumah
Premis
minor : Ayah ada dikantor
Konklusi
: Sebab itu, ayah tidak ada dirumah.
Atau
Premis
mayor : Ayah ada dikantor atau dirumah
Premis
minor : Ayah tidak ada dikantor
Konklusi
: Sebab itu, ayah ada dirumah.
Secara
praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau
menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai denga pola silogisme
alternatif itu.
5.
Sebutkan Jenis-jenis cara berfikir induktif
dan Jelaskan?
Penalaran
Induktif
Penalaran yang bertolak dari
penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.
Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :
a) Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat
tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi :
v Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
v Jika ada udara, manusia akan
hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
b) Analogi :
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang
sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
c) Hubungan kausal :
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
1) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2) Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan
baik.
3) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran
di rumah basah.
Induksi merupkan cara berpikir
dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang
ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum.
Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya,
ikan , sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari
kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan
hidupnya.
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua
keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum ini
bersifat ekonomis, maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai corak dan
sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam ini dapat
dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang
dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai fakta melainkan
esensi dan juga fakta-fakta tersebut.
Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan
tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu melainkan menekankan
kepada strukstur dasar yang menyangga wujud fakta.
Sebagai contoh, bagaimanapun
lengkapnya dan cermatnya sebuah pernyataan dibuat untuk mengungkapkan betapa
nikmatnya hubungan intim dirasakan seorang wanita atas keinginan suka sama suka
dan perihnya hubungan intim karena pemerkosaan, tidak mungkin dapat
merreproduksikan hal itu.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris
bahwa hubungan intim atas dorongan suka sama suka indah, nikmat, dan hubungan
intim karena pemerkosaan sangatlah menyakitkan. Pernyataan seperti ini sudah
cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan
berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari
pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya
baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai
pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih
umum lagi. Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu
makan untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia juga
perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi kesmpulan
bahwa semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya. Penalaran
seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah
kepada pernyataan-pernyataan yang main lama makin bersifat fundamental.
SUMBER:
http://astriedtungga.blogspot.com/2014/03/penalaranproposisiinferensi-dan.html
http://nabella2326.blogspot.com/2012/03/wujud-evidensi.html
http://alfiawati.blogspot.com/2013/04/softskill-penalaran-evidensi-inferensi.html
http://fachruramadhan.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
http://irabieber.wordpress.com/2011/10/26/penalaran-deduktif-dan-induktif/
TUGAS 2
Buat sebuah artikel dengan metode cara berfikir induktif jenis hipotesis dan teori, minimal 2 lembar dengan tema JAKARTA
Ibu Kota
Menyongsong Banjir
Ketika terjadi heboh
penolakan warga Pondok Indah terhadap rencana pembangunan koridor bus
transjakarta yang melintas di wilayah mereka, sebagian orang melihat itu hanya
cerminan arogannya warga kelas atas Pondok Indah yang tak mau lingkungannya
yang sudah tertata rapi diintervensi “untuk kepentingan umum yang lebih besar”.
Tetapi, ada persoalan lebih
besar dari sekadar persoalan arogansi di sini. Jakarta mengatasi satu masalah
dengan mengundang malapetaka baru. Pondok Indah bukan satu-satunya. Kaukus
Lingkungan Hidup mencatat, ada 52 titik wilayah resapan atau tangkapan air yang
dialihfungsikan selama kurun 2006-2007, tanpa pemerintah mempersiapkan
penggantinya.
Secara sistematis dan
terstruktur, pemerintah menjadi aktor utama dalam penghancuran ekologi dan ekosistem
Jakarta. Jakarta tengah menggali kuburnya sendiri, dan banjir yang semakin
meningkat frekuensi dan intensitasnya adalah salah satu akibatnya.
Alih fungsi lahan secara
progresif terus berlangsung, bahkan setelah terakhir banjir menenggelamkan 80 persen
wilayah Ibu Kota pada Februari tahun ini. Padahal, tanpa ini pun Jakarta dengan
posisi geografis dan struktur tanahnya sudah rawan banjir.
Dalam kampanye sebelum
menjadi Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menjanjikan untuk mengatasi banjir
Jakarta, kendati ia mengakui banjir di Ibu Kota tidak akan dapat diselesaikan
secara menyeluruh dalam lima tahun ke depan.
Orang banyak berharap ia akan
membuat terobosan karena latar belakang ilmu perencanaan kota yang dimilikinya.
Namun, kasus Pondok Indah dan beberapa kasus lain, dinilai pakar kehutanan dari
Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo dan Direktur Eksekutif Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia Slamet Daroyni memunculkan kesan kuat, Fauzi hanya
melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya.
Proyek jalur bus transjakarta
yang melintasi Pondok Indah, menunjukkan dalam proyek-proyek Pemerintah
Provinsi DKI sendiri pun, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)
hanya jadi pelengkap.
“Jika proyek pemerintah saja
seperti itu, bagaimana proyek- proyek lainnya? Dalam Undang-Undang (UU) Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan maupun Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal jelas bahwa dokumen amdal adalah prasyarat
untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan atau melakukan kegiatan pembangunan.
Ini amdalnya belum ada, kegiatan pembangunan infrastruktur sudah terjadi,” ujar
Daroyni.
Hariadi dan Daroyni juga
mencatat inkonsistensi dari program- program pengendalian banjir yang dibuat
oleh pemerintah, baik Pemprov DKI maupun pemerintah pusat. Sejak banjir besar
tahun 2002, tidak ada langkah strategis yang implementatif di lapangan.
Contohnya, konsep Megapolitan
serta berbagai aturan atau keputusan menyangkut penataan wilayah Bogor, Puncak,
dan Cianjur dalam upaya mengatasi banjir dari wilayah hulu, baik dalam bentuk
keputusan presiden (keppres), peraturan presiden (perpres), rancangan perpres
atau aturan lain. “Tidak ada yang jalan sampai hari ini,” ujar Hariadi dan
Daroyni.
Berbagai gagasan untuk
mengurangi sumber banjir di Jakarta juga hanya berakhir sampai gagasan.
“Contohnya Ciliwung Bersih, sampai sekarang Ciliwung masih tumpukan sampah,”
ujarnya. Demikian pula janji normalisasi 13 sungai serta waduk dan situ.
Menurut mereka, mandulnya semua prakarsa mengatasi banjir Jakarta adalah bentuk
nyata kegagalan birokrasi pemerintah.
“Pola-pola penanganan banjir
yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Gubernur
Sutiyoso. Jadi tidak ada sesuatu yang baru yang dilakukan oleh Fauzi. Sampai
sekarang tidak ada evaluasi terhadap penanganan banjir sebelumnya dan
contingency planning menghadapi ancaman banjir yang akan datang. Kalau cara
penanganannya tak jauh berbeda seperti tahun kemarin, bencana banjir akan tetap
menjadi ancaman paling serius di Kota Jakarta,” ujar Daroyni.
Kebijakan yang ditempuh
pemprov, baik dari sisi penganggaran, kebijakan tata kota dan perilaku
birokrasi, menurut Daroyni dan Hariadi, menunjukkan pemerintah tidak pernah
belajar dari bencana-bencana banjir sebelumnya, dan tidak menunjukkan adanya
keseriusan pemerintah untuk memprioritaskan penanganan banjir. DPRD bisa begitu
gigih ngotot soal tunjangan gaji, tetapi soal banjir nyaris tak kedengaran
suaranya.
Kondisi yang dihadapi Jakarta
sebenarnya hanya ekses dari kebijakan Pemprov DKI yang lebih mengedepankan
pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang kualitas dari pembangunan itu sendiri.
Pertumbuhan dicapai dengan menghancurkan lingkungan. Pembangunan
mega-megaproyek besar yang mengabaikan keseimbangan tutupan lahan hanya salah
satunya.
Sosio-ekonomis
Tetapi jelas Pemprov DKI
bukan satu-satunya yang pantas dipersalahkan di sini. Banjir dan hancurnya
lingkungan Jakarta bukan semata-mata karena kebijakan Pemprov DKI. Jakarta juga
korban kebijakan pembangunan nasional yang terlalu berpusat di Jawa, khususnya
Jakarta dan sekitarnya.
Selain minimnya wawasan dan
kepedulian birokrasi dan warganya pada lingkungan, bencana banjir dan
pertumbuhan Jakarta yang cenderung tak terkendali hingga melebihi daya dukung
ekologisnya tidak bisa dilepaskan dari fenomena urbanisasi yang diakibatkan
oleh orientasi kebijakan pembangunan nasional ini.
Karena kemiskinan, puluhan
ribu penduduk—sebagian besar pendatang—terpaksa mengokupasi wilayah-wilayah
resapan air dan menghuni bantaran-bantaran sungai. Ditambah kebiasaan masyarakat
Jakarta yang suka menyampah, ini menjadi sumber penting penyebab banjir di
Jakarta. Sekitar 40 persen dari 6.000 ton sampah yang dibuang lebih dari 12
juta penduduk Jakarta setiap harinya dibuang ke sungai.
Anehnya, upaya pengendalian
banjir yang dilakukan pemerintah cenderung menekankan pada perbaikan
infrastruktur semata dan mengabaikan faktor sosio-ekonomis ini. Banjir bukan
datang secara dadakan, tetapi dampak dari salah urus ekosistem dan
infrastruktur tata air perkotaan, dan kebijakan lain yang cenderung
meminggirkan orang dan lingkungan selama berdekade-dekade.
Masyarakat hanya ditempatkan
sebagai obyek pembangunan. Akibatnya, masyarakat juga cenderung merasa tidak
berkepentingan untuk ikut menjaga lingkungannya.
Dalam kasus banjir, itu
antara lain sangat kelihatan dari respons mereka yang cenderung berusaha
mencari selamat sendiri-sendiri, antara lain dengan berlomba-lomba meninggikan
rumah untuk mencegah banjir masuk ke tempat tinggal mereka. Mereka yang miskin
tak punya pilihan lain kecuali beradaptasi dan berkompromi dengan banjir yang
setiap kali mampir.
Sampai sekarang, tidak jelas
peran pemerintah pusat dalam ikut me
mecahkan problem Jakarta, termasuk
persoalan banjir ini. Salah satu contohnya, komitmen pendanaan Rp 9,5 triliun
untuk 10 tahun guna mengatasi banjir Jakarta, yang sampai sekarang tidak jelas
tindak lanjutnya.
Pascabanjir besar 2002,
pemerintah pusat melalui Bappenas juga menganggarkan dana Rp 15 triliun untuk
mengatasi banjir Jakarta dalam 10 tahun, atau Rp 1,5 triliun per tahun. Namun,
reaksi publik waktu itu sangat negatif terhadap rencana ini. Mereka menduga
dana ini akan kembali di korup oleh oknum pemerintah seperti terjadi pada
proyek-proyek lain sebelumnya. Akibatnya, nasib program tidak jelas.
Pada 2007, kembali berembus
dugaan manipulasi dana pembebasan lahan untuk Banjir Kanal Timur. Lamban dan
korupnya birokrasi membuat masyarakat pun semakin kehilangan kepercayaan dan
keyakinan pada kemampuan dan keseriusan pemerintah untuk mengatasi banjir
Jakarta.
Sumber: Kompas, 10 November
2007