1. Pengertian
telematika:
Orang Indonesia
ternyata memang sering sekali mengadopsi bahasa. Salah satu contohnya adalah
kata “TELEMATIKA” yang seringkali diidentikkan dengan dunia internet di
Indonesia. Dari hasil pencarian makna telematika ternyata Telematika merupakan
adopsi dari bahasa Prancis yang sebenarnya adalah “TELEMATIQUE” yang kurang
lebih dapat diartikan sebagai bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan
teknologi informasi. Para
praktisi mengatakan bahwa TELEMATICS merupakan perpaduan dari dua kata yaitu
dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS” yang merupakan perpaduan konsep
Computing and Communication. Istilah telematika juga dikenal sebagai “the new
hybrid technology” karena lahir dari perkembangan teknologi digital. Dalam
wikipedia disebutkan bahwa Telematics juga sering disebut dengan ICT
(Information and Communications Technology).
Salah satu milis internet Indonesia terbesar
adalah milis Telematika. Dari milis inipun tidak ada penjelasan mengapa milis
ini bernama telematika, yang jelas arsip pertama kali tercatat dikirimkan pada
tanggal 15 Juli 1999. Dari hasil pencarian di arsip mailing list Telematika
saya menemukan salah satu ulir diskusi menarik (membutuhkan login) tentang
penamaan Telematika yang dikirimkan oleh Paulus Bambang Wirawan.
Untuk mengerti makna
TELEMATIKA yang menurut pak Moedjiono yang merupakan konvergensi dari
Tele=”Telekomunikasi”,
ma=”Multimedia” dan
tika=”Informatika”
kita perlu perhatikan perbedaan antara BIDANG
ILMU.
.
Secara umum,
istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan
Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari
komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication
technology).
Secara lebih spesifik, istilah telematika
dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle
telematics).
2.
Jelaskan perkembangan telematika sebelum dan sesudah internet muncul
Perkembangan
Telematika Di Indonesia:
Peristiwa proklamasi
1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan sekaligus
menempatkannya pada situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena
Indonesia sebagai sebuah negara belum memiliki perangkat sosial, hukum, dan
tradisi yang mapan. Situasi itu menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan
karakter bangsa di tahun 50-an dan 60-an. Di awal 70-an, ketika kepemimpinan
soeharto, orientasi pembangunan bangsa digeser ke arah ekonomi, sementara
proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an belum mencapai tingkat
kematangan.
Dalam latar belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan informasi, mulai
dari radio, telegrap, dan telepon, televise, satelit telekomunikasi, hingga ke
internet dan perangkat multimedia tampil dan berkembang di Indonesia.
Perkembangan telematika penulis bagi menjadi 2 masa yaitu masa sebelum atau pra
satelit dan masa satelit.
1. Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi
di Indonesia masih terbatas pada bidang telepon dan radio. Radio Republik
Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya
alat perjuangan di masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan
perangkat keras seadanya. Dalam situasi demikian ini para pendiri RRI
melangsungkan pertemuan pada tanggal 11 September 1945 untuk merumuskan jati
diri keberadaan RRI sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat,
dan antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran
pemerintah untuk membangun telekomunikasipun masih kecil jumlahnya. Saat itu,
telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai
pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan operator
tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu bermunculan radio – radio siaran
swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang mengatur tentang
radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian
Indonesia, para ahli teknologi masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”.
Misalnya saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral telepon yang manual,
teknik radio High Frequency ataupun saluran kawat terbuka (Open Were Lines).
Pada masa itu, banyak negara pemberi dana untuk Indonesia – termasuk pendana
untuk pengembangan telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena
semakin memburuknya situasi dan kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia
dan menaruh perhatian besar pada bidang telekomunikasi Indonesia, dan
menyediakan dana walau di masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan
telekomunikasi masih difokuskan pada pengadaan sentra telepon, baik untuk
komunikasi lokal maupun jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia saat itu
belum memiliki satelit. Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan jarak
jauh ini diperoleh dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli
produk yang sama, dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada
pilihan lain bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir
pinjaman-pinjaman ke Indonesia, baik bilateral ataupun pinjaman multilateral
dari Bank Dunia, melalui pinjaman yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa
inipun inovasi dalam pemfungsian teknologi telekomunikasi masih belum
berkembang dengan baik di negeri ini. Peda dasarnya kita memberi dan memakai
perlengkapan seperti switches, cables, carries yang sudah lazim kita pakai
sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula
hanya dimaksudkan sebagai perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di
Jakarta. Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang
menyiarkan upacara peringatan kemerdekaan RI dari Istana Merdeka melalui
microwave. Dan pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI bisa menyiarkan upacara
pembukaan Asian Games, dan tanggal itu dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama
kalinya TVRI memberanikan diri melakukan siaran langsung dari studio yang
berukuran 9x11 meter dan tanpa akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya
berupa permainan piano tunggal oleh B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex
Leo.
Lebih setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan
pembentukan Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober
1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass
communication media) dalam pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada
Bangsa dan Negara Indonesia serta pembentukan manusia sosialis Indonesia pada
khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran
televise.
Jadi sebelum satelit palapa mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi
yang bersifat terestrial, yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan.
Telekomunikasi seperti ini tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui
penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit
dipergunakan.
2. Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia
bisa ditelusuri asal muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang
disebut WARCST (World Administrative Radio Confrence on Space
Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat
terbang Hughes. Perusahaan inilah yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi
kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang
berlatar belakang militer dan membawa masalah satelit itu sampai ke Presiden
RI.
Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit
ini juga diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia
dengan negara- negara lain sudah mulai bersahabat. Di sisi lain, satelit
memungkinkan penyebaran luas ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV,
satelit juga menguntungkan secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan
mudah. Ini berlaku untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran
satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel
peluncuran terdapat 3 orang Indonesia dan perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto
di Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu- satunya proyek
teknologi yang mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran
satelit itu merupakan kebijakan nasional yang gagasan awalnya dicetuskan oleh
pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman
perpecahan. Untuk mempersatukan tanah air yang sangat luas ini diperlukan
sarana perhubungan yang mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran
satelit ini hanya melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog yang berpihak pada
kepentingan Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah
perusahaan yang bergerak dalam produksi perlengkapan terkait, seperti RFC
(milik Iskandar Alisjahbana), LEN (milik Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode
itu, aspek bisnis di dunia telekomunikasi mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi
pada penyediaan layanan, sementara pengembangan teknologi untuk komponen
berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi
melonjak secara drastis. Untuk memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak,
disadari pemerintah perlunya perubahan regulasi, yang kemudian membuahkan UU
no. 3 tahun 1989 tentang pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga
mencakup alat pengiriman data seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara
telekomunikasi yang menyediakan seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak
positif dari berlakunya UU tersebut adalah mulai masuknya pihak-pihak swasta
dengan modal yang besar, walaupun dalam skala usaha yang terbatas.
Mereka datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru.
Ini semua kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan
dana, teknologi dan menejemen, perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang
dengan pesat. Hal ini terjadi sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat
mulai tahun 1991 khususnya terlihat jelas bahwa jangkauan telekomunikasi di
Indonesia menjadi bertambah luas.
Perkembangan teknologipun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual
ke otomatis, dan dari analog menjadi digital. Pada gilirannya perkembangan ini
menuntut adanya pengaturan infrastruktur dan standarisasi peralatan. Tak lama
kemudian masuklah teknologi mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang
tidak hanya menyediakan layanan atau jejaring saja, melainkan juga membangun
pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat
bahwa di era serbuan bisnis telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan
bisnis professional tidak sepenuhnya diikuti.
Sementara itu faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala
itu terjadi campur tangan bisnis dari “Keluarga Cendana” yang mengambil peranan
sebagai mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh
krono-kroni mereka seperti Liem Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya dan
lain-lain. Di era emas telekomunikasi itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank
Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam
penyelenggaraannya. Dampak dari dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa
regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah
disusun rencana untuk meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.
Sumber: